Pay : Kecipratan 26 dan 20 Juta dari Proyek Rutin, Rekanan dan Honorer Meringkuk di Sel Tahanan, Sementara Kadis dan Sejumlah ASN PUPR Babel Juga Ikut Menikmati, Justru Bebas Melenggang
PANGKALPINANG – Penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di Bangka Belitung saat ini terkesan tebang pilih. Bahkan penegakan ini jauh dari komitmen para penegak hukum untuk pemberantasan korupsi di Wilayah Bangka Belitung.
Sebut saja dalam penegakan hukum terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi Proyek Pemeliharaan Rutin di PUPR Provinsi Babel yang hanya bisa mendudukkan terdakwa dari kelas bawah. Sementara para pejabat di PUPR dan aktor intelektualnya tak tersentuh sama sekali.
Demikian diungkapkan pegiat anti Korupsi Babel, Zainuddin Pay dalam bincang-bincangnya dengan media ini di Pangkalpinang, Kamis (1/9/22).
Zainuddin Pay yang biasa disapa Pay ini mengaku kecewa terkait penegakan hukum yang dilaksanakan Kejati Babel terhadap kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Dinas PUPR Babel yang hanya bisa menyeret pelaku dari kelas bawah.
“Kecewa betul. Selevel Kejati dalam penegakan hukum terhadap pelaku Tipikor Dinas PUPR Babel hanya mampu menyeret bawahan yang kelas rendah. Selain Sapri selaku PPTK yang dijadikan tersangka, Kejati Babel juga hanya mampu menyeret 2 orang tersangka yang hanya menikmati duit korupsi 26 dan 20 juta hasil dari uang proyek tersebut.
Sementara sejumlah ASN termasuk Kadis PUPR, saat ini masih berstatus aman dan bebas melenggang,” ungkap Pay dengan penuh kesal.
Pay menyebut, penegakkan hukum terhadap dugaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi di PUPR yang dipertontonkan Kejati Babel terkesan tidak sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan rasa berkeadilan.
“Apabila 2 (dua) tersangka yakni M. Arifin dan Alpa Nopel yang hanya menikmati 26 dan 20 juta bisa dijadikan tersangka. Lantas kenapa para ASN termasuk Kadis PUPR yang diduga justru lebih besar uang yang dinikmati dari proyek pemeliharaan rutin PUPR itu masih aman dan bebas melenggang, tidak ditetapkan tersangka? Apa pertimbangannya dan dimana rasa berkeadilannya!” tandas Pay.
Pay mengatakan jika penegakan hukum yang dilaksanakan Kejati Babel cukup menimbulkan tanda kutip.
“Ada apa ini? Penegakan ini sangat janggal. Sama sama mengembalikan kerugian negara. Tapi mirisnya, justru nilai yang kecil yang diseret ke kursi pesakitan, sedangkan yang menikmati nilai yang besar malah aman dan bebas melenggang. Nah ini yang menimbulkan tanda tanya. Ada apa? tanya Pay.
Sementara itu, berkaitan dengan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dinilai janggal itu, Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana yang dimintai tanggapannya, mengarahkan wartawan untuk menanyakan ke Kejaksaan setempat.
“Silakan tanyakan di daerah mas,” tulisnya.
Terpisah, Kajati Babel Daroe Tri Sadono yang dikonfirmasi melalui pesan whatsapp, Rabu (31/8/22) kemarin, hingga berita ini diturunkan, Daroe tak kunjung memberikan respon terhadap pesan konfirmasi, kendati pesan konfirmasi dari wartawan sudah centang dua dan sudah terbaca.
Diketahui sebelumnya, pihak Kejati Babel dalam penegakan hukum terkait kasus Tindak Pidana Korupsi Proyek pemeliharaan rutin PUPR TA 2018 hingga 2020 pada tanggal 10 Juni 2022 menetapkan 3 orang tersangka. Satu tersangka Sapriadi sebagai PNS PUPR dan telah divonis 2 tahun 8 bulan dan satu tersangka dari pihak rekanan yakni M. Arifin dan satu lagi dari Honorer Alpa Novel yang saat ini keduanya sedang menjalani tahanan Kejaksaan di Rumah Tahanan Polres Pangkalpinang. Sementara sejumlah ASN termasuk Kadis PUPR Babel yang sebelumnya sempat ramai di pemberitaan soal aliran fee 20 persen dari proyek rutin PUPR justru aman. (Rom)