PANGKALPINANG – Tata kelola persampahan di Kota Pangkalpinang kembali dipertanyakan. Pasalnya tumpukan sampah di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Parit Enam Semabung kian menumpuk , sehingga dikuatirkan akan berdampak kepada lingkungan.
Sebab sampah yang menumpuk di TPA dapat mencemari tanah dan air, serta menghasilkan gas metana yang mempercepat pemanasan global. Selain itu juga akan berdampak kepada kesehatan. Sampah yang menumpuk di TPA dapat meningkatkan jumlah lalat, tikus, dan hama lainnya yang membawa penyakit.
Tidak hanya itu, sampah yang menumpuk di TPA juga dapat menyebabkan kelebihan kapasitas, sehingga tidak ada lagi ruang untuk menampung sampah dan juga bisa menyebabkan kerusakan alat berat seperti buldoser yang sewaktu-waktu bisa ambles ke dalamnya.
Padahal dalam tata kelola persampahan, Pemerintah Kota Pangkalpinang setiap tahunnya telah mengucurkan anggaran sebesar Rp15 miliar namun mirisnya penanganan sampah di TPA Parit Enam Pangkalpinang justru jauh dari harapan. Tidak hanya itu, bantuan CSR dari PLN berupa Program Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) TPA Parit Enam untuk cofiring PLTU Air Anyir yang disebut mencapai 4 miliar di tahun 2022 lalu juga tak berdampak terhadap kondisi persampahan di TPA.
“Heran juga ya, tiap tahun anggaran 15 miliar untuk pengelolaan sampah dari TPS (tempat pembuangan sementara, red) ke TPA itu larinya kemana ya? Kok sampah di TPA Parit Enam tetap kian menggunung? Bukan itu saja, CSR dari PT PLN di tahun 2022 berupa program BBJP kalau tidak salah sebesar 4 miliar. Itu juga macam ditelan bumi, tanpa diketahui perkembangannya terhadap persampahan,” kata Udin sapaan salah satu warga Lingkungan Semabung Kota Pangkalpinang seraya mengaku miris terkait kondisi persampahan di TPA Parit Enam, Senin kemarin.
Berkaitan hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pangkalpinang, Bartholomeus Suharto mengakui hingga saat ini belum ada langkah konkret yang dilakukan pihaknya terkait pengelolaan sampah di TPA Parit Enam lantaran kiriman sampah yang dianggapnya terlalu banyak yaitu berkisar 150 ton sampah setiap harinya.
“Kondisi ini mengakibatkan tumpukan sampah yang semakin menggunung dan sulit diatasi. Hal ini lah yang akan kami pelajari ke Banyumas dalam waktu dekat ini. Nantinya soal persampahan ini akan dikelola oleh SKM (Swadaya Kelompok Masyarakat) seperti di Banyumas,” kata Suharto di ruang kerjanya saat dikonfirmasi perihal tata kelola persampahan, Senin (2/12/24).
Disinggung soal anggaran 15 miliar yang dikucurkan Pemerintah Kota setiap tahun dalam rangka mengatasi persoalan persampahan di TPS hingga TPA, Suharto justru mengakui jika anggaran sebanyak 15 miliar tiap tahun itu terbilang masih jauh dari kata cukup.
“Ada memang setiap tahun dikucurkan anggaran 15 miliar untuk penanganan sampah mulai dari TPS hingga TPA. Tapi itu kan belum cukup untuk pengelolaan sampah di TPA secara modern,” aku Suharto.
Dia pun membeberkan penggunaan anggaran 15 miliar setiap tahunnya itu untuk membayar honor tenaga kebersihan sebanyak 400 orang dan pembelian serta perawatan alat-alat kebersihan dan kendaraan angkutan sampah.
“Dari 400 orang itu honornya paling kecil Rp1.700.000, ada yang Rp2 juta dan seterusnya. Nah kalikan lah rata-rata 2 juta dikali 400 tenaga sama dengan Rp800 juta tiap bulan. Maka setahunnya sekitar Rp9 miliar selebihnya biaya pembelian alat-alat kebersihan seperti sapu, cangkul dan lain-lain serta pembelian dan perawatan kendaraan angkutan sampah. Kita punya 20 unit truk sampah 1 buldoser, 2 PC, 4 tamro dan 2 pickup,” beber Suharto.
Suharto menklaim jika penggunaan anggaran Rp15 miliar setiap tahunnya itu sudah sesuai peruntukannya.
“Tidak satu sen pun. Saya tegaskan dari Rp15 miliar itu di larikan kemana-mana penggunaannya. Apalagi terkait isu yang abang sampaikan bahwa anggaran Rp15 miliar untuk pengelolaan sampah DLH Kota Pangkalpinang jauh mengalir ke Pilkada Pangkalpinang kemarin. Itu tidak benar,” klaimnya.
Disinggung kembali soal retribusi pelayanan persampahan yang ditarik pihak DLH Kota Pangkalpinang kepada masyarakat seberapa besar dan apakah digunakan kembali untuk membayar honor tenaga kebersihan? Menurut Suhato, besaran retribusi yang ditarik bervariasi tergantung kondisi lingkungan dan tempat tinggal. “Bervariasi ada Rp15 ribu, 30 ribu hingga Rp50 ribu tergantung kondisi rumah dan lingkungannya. Nah hasil retribusi ini kita setorkan ke kas daerah. Jadi tidak digunakan untuk pembayaran honor tenaga pelayanan kebersihan,” cetusnya.
Hingga berita ini ditayangkan, masih diupayakan konfirmasi ke pihak terkait lainnya.
Berdasarkan data BPS Kota Pangkalpinang tahun 2019, Kota Pangkaloinang merupakan salah satu kota yang saat ini sedang berkembang, sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki luas ± 118,40 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 212.727 jiwa. Kota Pangkalpinang ini terbagi menjadi 7 Kecamatan dan kota Pangkalpinang memiliki kepadatan penduduk adalah 1.797 jiwa/ km2. Berdasarkan data DLH Kota Pangkalpinang Tahun 2022 timbunan sampah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Pangkalpinang sekitar ±168 ton/harinya dengan 63% sampah tersebut dihasilkan dari rumah tangga. Timbunan sampah tersebut belum sepenuhnya terkelola di sumber serta di TPS dan diangkut ke TPA tanpa adanya pengolahan sampah. Sampah tersebut masuk ke TPA Parit Enam yang masih menggunakan sistem open dumping, yang menyebabkan daya tampung pada TPA Parit Enam akan semakin terbatas.
Selain anggaran Rp15 miliar dikucurkan tiap tahun, anggaran penerimaan retribusi pelayanan persampahan yang ditarik pihak DLH Kota Pangkalpinang tahun 2023 dalam laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan mencapai Rp4.443.945.000, 00.(Red)