JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah menerima jadwal penetapan sidang terhadap Terdakwa Harvey Moeis dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022.
Sebagaimana Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 70/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst, maka terdakwa Harvey Moeis akan menjalani sidang perdana pada Rabu 14 Agustus 2024 pukul 10.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda persidangan pertama yaitu pembacaan dakwaan.
” Selanjutnya, Tim Penuntut Umum akan segera merampungkan berkas pelimpahan terhadap Terdakwa lainnya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022″ ungkap Kapuspenkum.
Diberitakan sebelumnya, kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun ini diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang dakwaan terhadap terdakwa Suranto mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Kep. Babel. JPU mengungkapkan telah terjadi pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta Dirut PT Timah dan jajaran berserta pemilik perusahaan smelter swasta termasuk Harvey Moeis dengan Erzaldi Rosman selaku Gubernur Kepulauan Bangka Belitung serta Syaiful Zacri selaku Kapolda Babel.
Jaksa juga menyampaikan bahwa PT Timah harus mengeluarkan uang sekitar Rp5,1 triliun untuk program pengamanan aset cadangan bijih timah dan pengiriman.
Hal tersebut disampaikan jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Suranto Wibowo di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Rabu 31 Juli 2024.
Untuk diketahui Suranto Wibowo adalah terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tataniaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 23 Juli 2024 Nomor: 67/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst.
Mulanya jaksa menjelaskan bahwa tidak semua penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah hanya menjual kepada PT Timah. Untuk itu, Divisi Pengamanan dan Unit Produksi PT Timah diperintahkan untuk melakukan pengamanan bijih timah dari sisa hasil penambangan (SHP) tanpa izin.
Namun, pada pelaksanannya, pengamanan aset tidak hanya dilakukan pada penambang ilegal, tetapi juga terhadap kolektor-kolektor yang membeli bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kemudian, jaksa menjelaskan terbangun kesepakatan agar pemilik smelter swasta yang akan mengirimkan bijih timahnya ke PT Timah sebanyak 5 persen dihitung dari dari ekspor yang dilakukan smelter.
“Untuk mengontrol pengiriman bijih timah ke PT Timah tersebut, selanjutnya dibuatkan Whatsapp Group dengan nama New Smelter,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
Kemudian, terjadi pertemuan antara Direktur PT Timah dan jajarannya beserta para pemilik perusahaan smelter dengan Erzaldi Rosman selaku Gubernur Kepulauan Bangka Belitung dan Syaiful Zachri selaku Kapolda Bangka Belitung di Hotel Borobudur Jakarta.
“Adapun maksud dan tujuan diadakannya pertemuan tersebut dikarenakan masih terdapat beberapa perusahaan smelter swasta yang tidak bersedia mengirimkan bijih timahnya ke PT Timah padahal bijih timah tersebut berasal dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah,” jelas jaksa.
“Pada kesempatan tersebut, ditegaskan kembali agar pemilik smelter swasta mengirimkan bijih timah ke PT Timah untuk kepentingan nasional,” imbuh jaksa.
Kemudian jaksa menjelaskan metode pembayarannya dilakukan oleh PT Timah dengan harga pokok produksi yang telah ditetapkan oleh PT Timah berdasarkan tonase atau kadar timah.
Namun, pada Juni 2018, pengiriman ijih timah sebanyak 5 persen itu tidak dilanjutkan karena masih terdapat smelter swasta yang tidak mengirimkan bijih timahnya ke PT Timah.
“Program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah dan kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen yang dikirimkan oleh perorangan maupun smelter, di antaranya PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa ke PT Timah, untuk melegalisasi penambangan maupun pembelian bijih timah dari pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah,” ucap jaksa.
“Pembayarannya didasarkan tonase atau kadar timah sehingga mengakibatkan terjadi pengeluaran PT Timah yang tidak seharusnya sebesar RP 5.133.498.451.086,” kata Jaksa.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 22 tersangka korupsi timah yang dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun dari korupsi PT Timah berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Terbaru, penyidik menetapkan Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2015-2020, Bambang Gatot Ariyono (BGA), sebagai tersangka pada Rabu (29/5/2024). (Red)