Temuan BPK RI atas Pengelolaan Keuangan dalam SHP, Para Pejabat Tinggi Perusahaan BUMN Ini Agar Bertanggung Jawab

by -

*Dana kegiatan SHP yang disajikan dalam laporan keuangan tahun 2018 sebesar Rp3.578.450.305.576.00*

 

FKBNEWS.COM, PANGKALPINANG – Kasus dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) Bijih Timah milik PT Timah hingga saat ini masih terus mengemuka.

Diketahui saat ini kasus dugaan korupsi kegiatan SHP tersebut sedang bergulir di Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, meskipun penanganannya hingga saat ini belum menampakkan hasil sesuai yang diharapkan masyarakat Babel.

Diketahui Program Peningkatan Recovery atau SHP PT Timah ini awalnya bertujuan untuk menjaga stabilitas pasokan material sekaligus sebagai upaya menyelamatkan cadangan timah di wilayah IUP PT Timah dari aktivitas ilegal mining di IUP PT Timah dan aktivitas pendulangan masyarakat di lokasi bekas tambang PT Timah yang berdampak pada rusaknya cadangan, penurunan produksi, kerusakan lingkungan dan program Reklamasi yang tidak berjalan optimal.

Namun sayangnya, pelaksanaan program SHP ini justru sebaliknya, aktivitas ilegal mining serta kerusakan lingkungan bukan makin berkurang namun kian marak, bahkan mirisnya keuangan perusahaan yang juga merupakan uang negara justru diduga menjadi ladang bancakan korupsi bagi oknum pejabat tinggi dan staf Perusahaan BUMN itu.

Jika sebelumnya, sumber FKBNEWS.COM menyebut nilai nominal uang yang dikeluarkan Perusahaan BUMN (PT Timah, red) dalam penerimaaan bijih timah berkadar rendah/SHP yang kegiatannya di Gudang Bijih Timah (GBT) Toboali dari Tahun 2018-2019 jika dikalkulasikan mencapai Rp1,8 Triliun.

Lantas bagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas kegiatan SHP PT Timah?

Berdasarkan data yang diterima redaksi FKBNEWS.COM belum lama ini, menyebutkan bahwa ada sejumlah temuan BPK atas kegiatan SHP PT Timah tahun 2018-2019 itu, diantaranya;

– Pengendalian Internal Kompensasi Bijih Timah atas Program SHP yang tidak memadai.

– RAB belum sepenuhnya dijadikan patokan dalam pemberian kompensasi bijih timah SHP.

– Dana kegiatan SHP yang disajikan dalam laporan keuangan tahun 2018 sebesar Rp3.578.450.305.576.00 (tiga triliun lima ratus tujuh puluh delapan miliar empat ratus lima puluh juta tiga ratus lima ribu lima ratus tujuh puluh enam rupiah). Dana sebesar ini berpotensi disalahgunakan karena lemahnya pengendalian.

– Realisasi kompensasi bijih timah SHP secara total melebihi RAB terkoreksi sebesar Rp53.412.521.951.00 (lima puluh tiga miliar empat ratus dua belas juta lima ratus dua puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh satu rupiah).

– PT Timah menanggung tambahan biaya pemurnian penaikan kadar bijih timah untuk SHP berkadar di bawah standar.

Menurut catatan BPK RI, hal tersebut disebabkan oleh:
– Direktur Operasi dan Produksi yang belum optimal mengkoordinir penyusunan SOP operasi produksi dan evaluasi guna memastikan tercapainya kegiatan yang efektif, efisien sesuai RKAP yang telah ditetapkan serta belum mengatur biaya penaikan kadar dan biaya pemurnian atas bijih timah kegiatan Recovery/SHP.

– General Manager Produksi wilayah Bangka Belitung belum optimal dalam merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi keviatan operasional sesuai dengan RKAP yang telah ditetapkan dan melaksanakan pengendalian kegiatan operasional guna memastikan pengendalian harga pokok produksi.

– Kepala Unit Penambangan Darat Bangka belum optimal dalam mengendalikan dalam kegiatan penambangan guna memastikan tercapainya target operasi secara maksimal dengan biaya serendah-rendahnya.

– Kepala bagian Penerimaan dan Pengangkutan Produksi Tambang masing masing bidang penambangan dalam pengelolaan keuangan dan proses kompensasi yang kurang terkendali.

– Dan kepala Subbagian Administrasi dan keuangan masing-masing bidang penambangan dalam pengelolaan keuangan dan proses kompensasi yang kurang terkendali.

Terkait temuan itu, BPK merekomendasikan direksi PT Timah agar :
1. Memerintahkan Direksi PT untuk mempertanggung jawabkan kelebihan kompensasi sebesar Rp53.412.521.951.00 dan menghentikan prajtek-praktek yang menimbulkan biaya tambahan bagi perusahaan.

2. Memerintahkan Direktur Operasi dan Produksi untuk mengkoordinir dalam menyusun SOP operasi produksi dan evaluasi guna memastikan tercapainya kegiatan yang efektif, efisien sesuai RKAP yang telah ditetapkan dan melaksanakan pengendalian kegiatan operasional guna memastikan pengendalian harga pokok produksi secara optimal.
3. Memerintahkan Kepala unit tambang darat Bangka untik mengendalikan kegiatan penambangan guna memastikan tercapainya target operasi secara maksimal dengan biaya serendah-rendahnya.
4. Memerintahkan Kepala bagian Penerimaan dan Pengangkutan Produksi Tambang masing masing bidang penambangan untuk mengendalikan guna memastikan tercapainya target operasi secara maksimal dengan biaya serendah-rendahnya.
5. Memerintahkan kepala Subbagian Administrasi dan keuangan masing-masing bidang penambangan untuk mengelola proses keuangan dan proses kompensasi secara terkendali.

Sementara, sejumlah mantan pejabat tinggi PT Timah yang bertanggung jawab terhadap pengendalian pelaksanaan program SHP tersebut tak kunjung memberikan tanggapannya.

Seperti halnya, Riza Pahlevi yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah, Alwin Albar Direktur Operasional, Emil Emrindra Direktur Keuangan, Ahmad Syamhadi General Manager dan Ahmad Haspani selaku Kepala Unit tambang darat.

Kendati sudah dikonfirmasi via whatsapp, sejumlah mantan petinggi PT Timah itu tak kunjung memberikan tanggapannya.

Sementara Kabid Komunikasi PT Timah, Anggi Siahaan masih dalam upaya konfirmasi.(Red)