FKB News, PANGKALPINANG– Tak terima sang suami menikahi perempuan lain, ZH seorang IRT warga Lubuk Lingkuk, Kabupaten Bangka Tengah, mengadukan N ke Mapolda Babel. N, seorang pengusaha Timah yang merupakan suami ZH diketahui telah menikah sirih dengan DS pada Desember 2021 lalu. Melalui jasa paralegal PDKP Babel, ZH mengadukan N ke Mapolda Babel, dengan dugaan melanggar pasal 279 KUHP junto 284. Dalam pengaduannya di Mapolda Babel ZH juga mengaku telah ditelantarkan oleh N.
Prahara rumah tangga ZH dan N tersebut diungkapkan oleh tim advokasi PDKP pada Jumat (18/2/22) petang di Pangkalpinang. Dalam keterangan rilis yang disampaikan oleh PDKP Babel menjelaskan, nikah siri antara N dengan DS terjadi sekira akhir tahun 2021 lalu. Adapun kronologis diketahuinya nikah siri N dengan DS bermula dari ZH dan anak-anak mengantar suaminya ke Bandara Depati Amir atas rencana ZH hendak bertemu orang tuanya yang sedang sakit di Aceh.
Dua minggu kemudian, ZH mendapat informasi dari warga setempat bahwa suaminya disebut-sebut dan diketahui telah melakukan perkawinan di Aceh dengan DS perempuan sekampung dengan suaminya. Selain itu, diketahui N dan DS sudah saling kenal sejak lama.
Mendengar hal itu, N bersama keluarga mendatangi rumah DS untuk melakukan klarifikasi atas informasi tersebut, tanpa ragu DS membenarkan perkawinannya dengan suami sah nya. Bahkan DS dengan tegas menunjukan kepada ZH sebuah Buku Hijau mirip Buku Nikah yang di dalamnya memuat judul Surat Keterangan Nikah antara dirinya dengan suami sah ZH
“Anak ada 3 dan sudah tidak diberi nafkah sejak 3 bulan lalu, terakhir hanya di kasih sebesar Rp 500.000,00 setelah itu sudah tidak ada kabar lagi,” jelas salah seorang advokad PDKP dalam jumpa pers.
Setelah mengetahui kenyataan yang terjadi, N dan anak-anak nya mengalami kegoncangan dan kehidupan rumah tangga menjadi tidak harmonis, ditambah lagi pada saat suaminya N pulang ke rumah, N justru melontarkan kata verbal agar N dan anak-anaknya menerima DS sebagai istri kedua.
Kemudian ZH pergi dari rumah sampai dengan hari ini tidak diketahui lagi keberadaannya, akibat peristiwa ini berdasarkan anamesa Psikolog Effy Nofita, S/Psi, M.Psi tanggal 12 Februari 2022, N telah mengalami stress tinggi, kecemasan tinggi dan depresi (anciety disorder). Bahkan keterangan saksi-saksi warga sekampung Istri Sah “N” pernah mengalami pingsan, lemas, terbaring dan demam ftebih dari 1 (satu) minggu, sementara anak-anak menjadi pendiam dan murung.
“Jadi, ZH warga Lubuk Lingkuk Kabupaten Bangka Tengah ini akhirnya datang ke kantor PDKP untuk meminta bantuan hukum untuk adukan sang suami berinisial N ke Polda Babel karena menikah tanpa izin dengan wanita berinisial DS, sehingga menyebabkan ZH mengalami stress tinggi dan depresi,” kata Resa Fersandy sebagai kuasa hukum ZH saat menggelar konferensi pers di kantor PDKP Babel, Jumat (18/2/22) sore.
Dijelaskan Resa, Berdasarkan Pasal 279 KUHP tentang perkawinan, istri sah dapat melaporkan tindakan suami ke aparat hukum yang berwenang jika melakukan pernikahan tanpa persetujuan istri sah. Serta Pasal 284 KUHP tentang perzinahan
“Kita sudah adukan ke Polda Babel, rencananya kita juga akan membawa kasus ini ke Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak tanggal 23 mendatang. Kami juga akan meneruskan aduan ini ke Mabes Polri,” terangnya.
Ketua PDKP Babel, John Ganesha dalam kesempatan yang sama menambahkan, bahwa permasalahan sengketa rumah tangga yang disebabkan orang ke tiga, saat ini menjadi perhatian PDKP. Menurut John Ganesha saat ini para istri yang menjadi korban polygami dari sang suami selayaknya mencari keadilan dengan melaporkan permasalahan tersebut ke kepolisian.
“Hukum pidana kita cukup untuk mendapatkan keadilan, KUHP kita sesungguhnya sangat memungkinkan bagi perempuan yang menjadi korban polygami untuk meminta keadilan secara hukum pidana. Dan kepada pihak penegak hukum, kami menghimbau supaya membuka diri untuk memproses laporan semacam ini. Ayo lapor, PDKP juga membuka pintu untuk para korban polygami. Karena sesungguhnya negara menjamin kelangsungan pernikahan warganya. Nah kejadian-kejadian polygami ini selayaknya menjadi perkara pidana. Jadi sahimbau ayo lapor. Karena urusan rumah tangga yang menjadi objek hukum itu tidak hanya sebatas kekerasan atau KDRT. Akan tetapi juga kerugian secara psikis,” jelas John Ganesha di hadapan sejumlah wartawan.
“Untuk kekerasan psikis, itu ada pintu masuk untuk menjadi perkara hukum, dengan dikuatkan oleh hasil uji psikologis. Kekerasan psikis itu sendiri bisa berupa verbal, seperti kalimat atau ucapan yang kasar, teror melalui chating dan telepon termasuk akibat sebuah perbuatan yang membuat terlantarnya para istri tua yang telah di-polygami. Kami berharap dengan adanya langkah dan upaya hukum formil dalam menyikapi masalah ini, nantinya akan membuat efek jera bagi para suami yang melakukan poligami tanpa ada izin istri sah maupun perselingkuhan mau itu nikah sirih atau nikah sah secara negara,” kata John. (Red)