PANGKALPINANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga yang memiliki peran krusial dalam menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Tugas utama Bawaslu, berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, adalah menjamin bahwa proses Pemilu dan Pilkada berjalan dengan jujur, adil, dan transparan, serta sesuai dengan prinsip moral dan etika yang telah diatur dalam kode etik penyelenggara pemilu. Namun, baru-baru ini, salah satu komisioner Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), EM Oskar, menjadi sorotan publik terkait pertemuannya dengan sejumlah pengurus partai politik. Rabu (25/9/2024).
Pada Selasa malam (24/9/2024), EM Oskar terlihat oleh warga Pangkalpinang, Andri Surya Teja SH, di sebuah kedai kopi di Pangkalpinang. Menurut pengamatan Andri, Oskar terlihat sedang berbincang dengan beberapa pengurus partai politik, termasuk anak dari salah satu pasangan calon (paslon) Pilkada Gubernur Babel, serta beberapa organisasi masyarakat yang diketahui memiliki afiliasi dengan paslon tersebut.
Pertemuan ini menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan netralitas Bawaslu dalam mengawasi jalannya Pilkada Babel.
Penetapan paslon Gubernur Babel sudah diputuskan, sehingga masyarakat menilai kehadiran seorang komisioner Bawaslu di acara santai bersama pengurus partai politik dan tim pendukung paslon adalah tindakan yang tidak tepat.
Kritik Publik dan Harapan Netralitas
Andri Surya Teja, yang juga seorang pengacara dari firma hukum Hangga Off, menilai pertemuan tersebut sebagai sesuatu yang seharusnya dihindari oleh seorang komisioner Bawaslu, terutama di saat proses Pilkada sedang berlangsung.
“Di situasi seperti ini, seharusnya EM Oskar bisa menahan diri untuk memenuhi undangan atau setidaknya menghindari pertemuan bersama pengurus partai politik. Apalagi, pemilik kafe tersebut juga diketahui adalah pengurus partai politik pengusung salah satu paslon Gubernur Babel. Wajar jika masyarakat menilai hal ini seolah menunjukkan keberpihakan,” ujar Andri, yang akrab disapa Teja.
Pertemuan ini juga memicu perdebatan di media sosial, di mana banyak warga yang mengekspresikan kekhawatiran akan integritas lembaga penyelenggara pemilu.
Salah satu prinsip utama Bawaslu adalah menjaga netralitas dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada.
Kode etik penyelenggara pemilu yang diatur dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017, jelas menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu dilarang menunjukkan sikap atau tindakan yang dapat mempengaruhi integritas dan netralitasnya.
Klarifikasi dari EM Oskar
Menanggapi hal ini, EM Oskar membantah bahwa pertemuannya dengan para pengurus partai politik adalah hal yang disengaja. Dalam keterangannya kepada media, Oskar menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki agenda pertemuan resmi dengan pihak-pihak tersebut, melainkan kebetulan bertemu saat sedang berada di kedai kopi untuk menemui temannya.
“Bukan pertemuan resmi. Saya janjian dengan teman saya di Pangkopi, dan kebetulan ada teman-teman dari partai politik seperti PKB dan PDIP, serta beberapa tokoh dari Anshor dan Muhammadiyah. Kami juga bertemu dengan teman-teman media yang kebetulan berada di sana. Jadi, tidak ada niatan untuk melakukan pertemuan politik,” ungkap Oskar.
Lebih lanjut, Oskar menegaskan bahwa dirinya tetap berpegang teguh pada aturan dan etika sebagai komisioner Bawaslu. “Insha Allah kami tetap akan berpegangan pada aturan. Saya sangat berterima kasih atas perhatian masyarakat dan tetap berkomitmen menjaga netralitas dalam menjalankan tugas,” tambahnya.
Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap komisioner Bawaslu diharuskan mematuhi kode etik yang telah diatur oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Salah satu poin penting dalam kode etik tersebut adalah larangan bagi penyelenggara pemilu untuk bertemu, berbicara, atau bahkan terlibat secara sosial dengan peserta pemilu, pengurus partai politik, atau tim sukses calon.
Ini diatur secara ketat dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk menjaga citra netralitas dan independensi penyelenggara pemilu.
Sebagai lembaga yang memiliki mandat besar untuk mengawasi dan menjamin pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang bersih, tindakan sekecil apa pun yang dapat menimbulkan persepsi ketidaknetralan dari anggota Bawaslu dapat merusak kredibilitas lembaga tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi setiap komisioner Bawaslu untuk lebih berhati-hati dalam menjaga sikap dan pergaulan sosialnya, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Dalam kasus ini, walaupun Oskar mengklaim bahwa pertemuan tersebut tidak disengaja, tetap menjadi tugas Bawaslu untuk menjelaskan dan memastikan bahwa semua anggotanya menjalankan tugas dengan profesionalitas tinggi, tanpa ada keberpihakan atau konflik kepentingan. (Tim)