PANGKALPINANANG – Direktur Utama PT Narina Keisha Imani (NKI) Ari Setioko secara resmi melaporkan tiga perusahaan perkebunan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung, Kamis malam (9/8/2024).
Ari datang ke Kejati Babel di Jalan Kompleks Perkantoran Gubenur No.32, Padang Baru, Kec. Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung 15143 didampingi tim kuasa hukumnya dari Kantor Hukum AK Law Firm & Partners.
Begitu tiba di Kejati Babel, Ari didampingi tim menyerahkan laporan resmi berupa dokumen dalam amplop cokelat ke seorang petugas Kejati Babel.
Terkait laporan ini, pihak Kejati Babel belum bisa dimintai konfirmasi atau tanggapan.
Terpisah, pengacara PT NKI Dr. Andi Kusuma, SH., MKn,CTL melalui keterangan tertulis mengatakan laporan ini dibuat karena kliennya merasa dirugikan oleh sejumlah pihak.
“Saya mengapresiasi langkah Kejati Babel dalam menuntaskan sejumlah kasus korupsi. Saya berharap dalam hal ini agar ada kepastian hukum, termasuk bagi masyarakat,” kata Andi, Kamis malam.
Sedangkan terkait laporan ke Kejati Babel, Andi menjelaskan, bahwa pada tahun 2017 kliennya (Ari Setioko) mendirikan suatu perusahaan yang bernama PT. Narina Keisha Imani berdasarkan pada akta pendirian nomor 34 tanggal 10-05-2017 oleh Notaris Muhammad Ukasyah, S.H.,Mkn.
“Terhadap kegiatan usaha yang dijalankan oleh klien Kami tersebut diatas adalah bergerak dibidang perkebunan,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Andi, tak beberapa lama mendirikan suatu perusahaan sebagaimana disebutkan diatas, kliennya di datangi oleh polisi hutan dari Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Bahwa terhadap kegiatan usaha yang dijalankan oleh klien kami tersebut di atas kemudian diarahkan oleh polisi hutan untuk membuat perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap arahan tersebut, klien kami kemudian menyetujui dan mengikuti proses pelaksanaan dari pengurusan izin tersebut,” kata Andi.
Andi menjelaskan berdasarkan tahun diajukan nya perizinan oleh kliennya (tahun 2017), terkait persetujuan teknis atau dokumen administratif lainnya adalah semuanya menurut dinas kehutanan yang mana saat itu dikonfirmasi telah lengkap dan akan dilakukan proses rekomendasi.
“Bahwa pengurusan perizinan yang dilakukan oleh Klien Kami dilakukan sejak 2017-2019 yang mana terjadi saat masa kepemimpinan Gubernur Erzaldi Rosman,” jelasnya.
Terkait dokumen legalitas perizinan kliennya tersebut, sebagaimana disebutkan di atas, kata Andi, baru ditandatangani oleh Gubernur pada saat itu (Erzaldi Rosman) pada bulan April 2019.
“Bahwa saat klien kami mengkonfirmasi terkait keabsahan dari dokumen perizinan tersebut di atas, dinas kehutanan hanya menyampaikan bahwa bahwa lahan tersebut itu sudah ada perizinan,” tegas Andi.
“Klien kami pun bertanya terkait pembayaran pajak yang mana di jelaskan oleh pihak dinas kehutanan pada saat itu bahwa terkait pajak pada saat itu sudah tidak bayar, hanya saja disampaikan oleh pihak dinas kehutanan saat itu terkait pembayaran pajak sebagai berikut: “Nanti dulu, untuk pajak menunggu Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) untuk NDJKI dari Menteri Kehutanan”. Telah dilakukan upaya permohonan Perizinan Berusaha Pemnfaatan Hutan (PBPH) berdasarkan surat nomor 136/NK/XII/BABEL/2023 oleh klien kami,” beber Andi.
Kemudian, telah dilakukan upaya penghitungan PNBP dan PSDHDR berdasarkan surat nomor: 134/NKI/XII/BABEL/2023. Berdasarkan butir ke 4 dan 5 pada amar keenam keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK 6614/MENLHK-PKTL/KUH/PLA/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 tentang Peta Perkembangan pengukuhan kawasan hutan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sampai tahun 2020 bahwa terhadap areal yang pada peta pada lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.797/Menhut-II/2012 tergambar sebagai kawasan hutan dan setelah disempurnakan statusnya adalah bukan kawasan hutan.
“Maka dalam hal telah memiliki perizinan berusaha di bidang kehutanan, maka statusnya masih kawasan hutan sampai batas waktu perizinan berusaha berakhir, selanjutnya dikeluarkan dari kawasan hutan. Kemudian dilakukan perubahan areal perizinan berusaha. Dalam hal belum diterbitkan perizinan berusaha maka statusnya adalah bukan kawasan hutan,” klaim Andi.
Berdasarkan amar keenam keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK 6614/MENLHK-PKTL/KUH/PLA/10/2021 tersebut di atas menyatakan: “Apabila masih mendapatkan izin kehutanan maka harus melepaskan atau melakukan perubahan area arsial”.
“Dalam kondisi ini, klien kami telah mendapatkan izin sehingga klien kami hanya mengikuti peraturan yang berlaku saja. Bahwa tiba-tiba klien kami mendengar bahwasannya telah terjadi penandatanganan KKPR oleh Pihak PT FAL dan PT SAML yang berkoordinasi dengan pihak pemegang perizinan berdasarkan surat nomor: 5.56/BUPH/UPHWI/HPL.2.1/B/3/2024 yang mana kedua perusahaan ini tidak menjalankan sebagaimana yang harusnya diatur dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK 6614/MENLHK-PKTL/KUH/PLA/10/2021,” kata dia.
“Bahwa terkait hal tersebut di atas, klien kami telah melakukan upaya musyawarah dan penyampaian kepada pihak manajemen PT. FAL dan PT. SAML namun tidak mendapat respon yang baik dari PT. FAL dan PT. SAML;
Bahwa PT. FAL telah terikat dengan MOU (Memorandum of Understanding) dengan Pemdes Kota Waringin dengan komitmen jual beli lahan seluas 20 juta per hektar berdasarkan MOU No. 011/SPK-SM-II/FAL/VII/2023,” tambah Andi.
Sedangkan terhadap jual beli lahan tersebut, diduga kemudian yang dikelola adalah kategori lahan hutan primer yang mana diduga telah dibuat manipulasi data oleh Pemdes Kota Waringin kepada masyarakat.
“Terhadap komitmen 20 juta per hektar sebagaimana disebutkan dalam MOU tersebut diatas, pada faktanya hanya dibayarkan 12 juta perhektar kepada masyarakat Kota Waringin yang mana terhadap fakta ini masyarakat Kota Waringin siap untuk bersaksi,” klaim Andi.
Masyarakat, beber Andi, pada dasarnya tidak mengetahui bahwa MOU (memorandum of understanding) dengan Pemdes Kota Waringin adalah dengan komitmen jual beli lahan seluas 20 juta per hektar.
“Telah dikirimkan pengaduan penanganan dengan nomor register 2304099 kepada Balai Pengamanan Dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Wilayah Sumatera yang kemudian telah dibalas dengan surat Nomor : S.252/BPPHLKH.I/TU/GKM/O.O/01/2024 tertanggal 22 Januari 2024; (terlampir)
Bahwa terkait PT. BAM, PT BAP tidak melakukan upaya pembebasan sebagaimana tertuang dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK 6614/MENLHK-PKTL/KUH/PLA/10/2021 serta tetap diperjualbelikan kepada masyarakat,” jelas Andi.
Kemudian Andi mengklaim terkait PT BAM kliennya tidak tahu menahu, sebab, PT BAB diduga langsung memperjual belikan lahan kepada masyarakat.
“Dengan kata lain, PT BAM melakukan jual beli secara sendiri dengan menawarkan kepada masyarakat. Klien kami tidak pernah memperjual belikan lahan kepada masyarakat secara melawan hukum atau tanpa izin,” beber Andi mengeklaim.
Bahwa lahan-lahan yang diperjualbelikan sebagaimana disebutkan di atas merupakan tergolong Alarea penggunaan Lain (APL). Terkait PT. SAML diduga terdapat ikut campur tangan Pemdes yaitu tim 9, salah satu dari bagian tim tersebut adalah diduha oknum ketua BPD yaitu SO yang kemudian diikuti oleh perangkat-perangkat desa serta oknum Kepala Desa AN.
Andi menduga telah terjadi pemufakatan jahat antara koorporat dan pemerintah yang mengakibatkan kerugian negara pada lahan Kota Waringin.
Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2021 tentang menyelenggaraan kehutanan menyebutkan,
Pasal 152, “Setiap kegiatan pemanfaatan hutan pada hutan produksi sebagaimana dimaksud pasal 149 wajib memiliki perizinan pemanfaatan lingkungan dari Menteri”.
Andi menegaskan, berdasarkan pasal tersebut di atas kewenangan memberikan rekomendasi adalah dari Kementrian bukan melalui kepala daerah.
“Bahwa jikalau adapaun Kepala Daerah yang memberikan perintah atau instruksi kepada Kepala Dinas adalah suatu perintah jabatan yang menyalahgunakan hasil telaah dan kajian kepala dinas,” kata Andi.
Bahwa oknum korporat serta oknum pemerintah sebagaimana dsebutkan diatas (PT.SAML. PT.FAL, PT. BAP, Pemdes Kota Waringin) diduga telah melanggar pasal 152.
“Terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara terorganisir oleh oknum kooporat serta pemerintah telah menyebabkan kerugian negara kurang lebih Rp25 miliar,” ungkap Andi.
Andi mengungkapkan, berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 menyebutkan bahwa :
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Menurut Andi, PT.SAML, PT.FAL, PT. BAP, serta Pemdes Kota Waringin diduga telah memenuhi unsur Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Patut diduga, kata Andi, kooporat terkait yaitu PT.SAML, PT.FAL, PT. BAP, serta Pemdes Kota Waringin diduga telah melanggar Pasal 152 PP No. 23 Tahun 2021 tentang menyelenggaraan kehutanan menyebutkan, “Setiap kegiatan pemanfaatan hutan pada hutan produksi sebagaimana dimaksud pasal 149 wajib memiliki perizinan pemanfaatan lingkungan dari Menteri”.
“Bahwa patut diduga kooporat terkait yaitu PT.SAML, PT.FAL, PT. BAP, telah melanggar Pasal 78 Ayat 2 Jo. Pasal 50 Ayat 3 Huruf a Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah dengan Pasal 36 Angka 19 Pasal 78 Ayat 2 Jo. Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 Ayat 2 Huruf a Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman penjara maksimum 10 tahun dan denda masimal 7,5 milir rupiah,” beber Andi.
Hingga berita ini dipublis pihak PT.SAML, PT.FAL, PT. BAP, Gubernur Babel periode 2017-2022 Erzaldi Rosman dan pihak terkait dalam upaya konfirmasi dan verifikasi. (Red)