Lampu Kuning Ekonomi Babel

by -

TAJUK

Oleh: Romli, Pimpred FKBNews.com

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bangka Belitung (Babel) mencatat Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi ini tahun 2024 tumbuh 1,01 % (YoY), lebih rendah jika dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,00 % (YoY). Sebuah angka yang sangat mengkuatirkan. Dalam istilah rambu-rambu lalu lintas berarti fase ini memasuki fase hati-hati yang apabila tidak segera diantisipasi segera akan memasuki fase game over;  sebuah ketiadaberdayaan pemerintah daerah dalam membiayai daerah akibat lesunya pundi-pundi ekonomi yang berakibat kompleksitas yang pada muaranya potret kehidupan kemiskinan masyarakat di mana-mana.

PDRB satu perangkat data ekonomi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah (provinsi maupun kabupaten/kota). Lebih tepat, rendahnya pertumbuhan PDRB indikator statistik ini erat hubungan positif kemiskinan. Lalu pertanyaannya apakah ekonomi provinsi penghasil timah nomor 3 di dunia ini sedang tidak baik-baik saja?

Fakta memang menunjukkan saat ini geliat ekonomi masyarakat sangat menurun drastis. Pasar-pasar mulai sepi bahkan beberapa pasar tradiosional di Kota Sungailiat Kabupaten Bangka menjelang pukul 10.00 WIB mulai terlihat minim pembeli. Penyebabnya bukan karena kurangnya diversifikasi produk yang tersedia di pasar, tapi karena kurangnya daya beli masyarakat setempat akibat lemahnya pendapatan usaha. Mayoritas masyarakat masih merupakan pekerja non formal. Kecil rasionya mereka yang bekerja sebagai karyawan perusahaan, apalagi pegawai pemerintah, BUMN, TNI/Polri. Sebagian besar masyarakat masih menggantungkan diri berkerja sebagai pekerja timah lepas yang kemudian turunan pekerjaannya seperti menjadi pengerit minyak, nailing, menjajakan spare part alat-alat tambang timah hingga membuka jual beli timah rumahan (kolektor).

Lantas apa langkah pemerintah daerah mengatasi kondisi ini?

Bak seorang dokter ketika mengetahui hasil diagnosa penyakit pasiennya. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah-langkah untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi. Tragedi 271 T yang kemudian naik ke 300 T yang saat ini sedang viral, dalam bahasa hukumnya ada potensi dugaan kerugian negara senilai Rp 300 Trilyun berdasarkan pengungkapan Kejaksaan Agung akibat praktek-praktek korupsi yang dilakukan oknum PT Timah, Tbk yang melibatkan mitra kerjanya. Kasus ini tentunya cukup menjadi pukulan telak bagi negeri Serumpun Sebalai ini. Imbasnya ekonomi masyarakat porak poranda karena sulitnya menambang timah akibat penegakkan hukum ditingkat penambang rakyat diperketat, sulitnya menjual pasir timah hingga harga timah yang anjlok. Ini membuktikan jika masyarakat mayoritas ekonominya masih bergantung dengan tambang timah.

Pemerintah daerah dalam hal ini jangan tinggal diam harus ada produk hukum baru yang mengatur legalitas bagi para penambang rakayat. Caranya mungkin lewat konsesi dan Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Rakyat (WUIPR) yang ditawarkan. Selain itu sektor perkebunan harus juga digerakkan karena terbukti sektor ini pada triwulan 1 2024 data BPS Babel berhasil menyumbang pertumbuhan ekonomi 5,28 % (YoY). Beberapa lapangan usaha yang menjadi penyokong seperti Kelapa Sawit, Lada dan Karet. Bayangkan saja jika sektor timah dibenahi, sektor perkebunan ditingkatkan. Tak menutup kemungkinan ekonomi Babel kembali normal bergeser dari lampu kuning menjadi hijau. PDRB meningkat angka kemiskinan teratasi. Dengan tingginya PDRB pembangunan dapat dioptimalkan sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat. Sebuah pekerjaan yang memang tak mudah maka itu perlu sosok pemimpin daerah yang amanah, visioner, inovatif dan cerdas. Jika nilai-nilai ini yang melekat pada pribadi seorang kepala daerah sehingga bisa membalikkan kondisi keterpurukan ekonomi Babel saat ini, tak mustahil menyentil lagu musisi legendaris Iwan Fals sosok pemimpin daerah seperti ini akan kami angkat menjadi “Manusia Setengah Dewa”. Semoga..