FKBNews.com, PANGKALPINANG — Plt ketua DPRD Bangka Belitung Adet Mastur menyikapi hasil rapat dengan Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI).
Menurutnya, rapat dengar pendapat yang digelar pihaknya dalam rangka untuk menggali informasi pertambangan timah yang ada di Bangka Belitung. “Khususnya menyangkut masalah reklamasi, terutama para pemegang IUP yang sudah menambang di Bangka Belitung,” ungkap Adet kepada wartawan usai gelar RDP bersama AITI di gedung DPRD Babel, Rabu (20/07/22).
Dikatakannya, jika melihat di mana – mana masih banyak ex tambang yang belum dilakukan reklamasi padahal di sana ada uang jaminan reklamasi.
“Uang jaminan reklamasi ini apakah sudah dikeluarkan maksimal apa belum. Kalau kita lihat timbul tanda tanya, bahwa uang reklamasi belum dikelola maksimal karena belum ada pekerjaan reklamasi,” tukasnya.
Selain itu, Adet juga menyinggung soal ekspor hendaknya jangan hanya dilihat masalah royalti yang didapatkan saja, tapi perlu adanya suatu lembaga yang dapat mengelola masalah ekspor timah ini, terkait hasil lembaga ini mendapatkan hasilnya sedangkan daerah hanya mendapat royalti saja. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan besar bagi daerah.
“Ada suatu lembaga yang mengelola ekspor timah mereka dapat, kita tidak dapat kita hanya mendapatkan royalti saja. Ini juga timbul pertanyaan? Kita pengen penjualan dari pada sleg timah kalau kita lihat smelter yang berdiri di Bangka Belitung yang berdiri dari tahun 2021- 2022 slegnya timahnya sudah membukit .PT timah yang ratusan tahun mengelola ini kemana barangnya,” tanya Adet.
Bahkan Adet menyebut jika tinsleg (sleg timah) ini adalah harta karunnya Bangka Belitung.
“Ini adalah aset kita. Ini harta karun kita sangat- sangat ekonomis, nilainya lebih dari timah atau mineral ikutanya luar biasa satu kg mencapai ratusan juta. Ada kebijakan dari pemerintah pusat ingin Bangka Belitung ini mendirikan PLTN berarti ada sesuatu yang besar di sini,” sebutnya.
Masih kata Adet, kalau berbicara soal asal usul timah. Maka dia mengatakan semuanya maling.
“PT timah menambang di laut dan di darat. Tapi tambang2 rakyat yang kerja di hutan lindung, di DAS, timahnya dijual ke mana? Ya dijual ke PT Timah dan Smelter. Maka saya katakan semuanya maling,” tandas Adet.
“Nah ini, yang perlu kita atur. Perlu kita kemas untuk aturan mengenai masalah penjualannya,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) Provinsi Babel, Ismiryadi atau sering di sapa Dodot justru menilai langkah yang diterapkan Pj Gubernur Babel soal tata kelola timah saat ini adalah langkah mundur.
Menurutnya, timah ini aturannya sudah ada kok, jadi bicara soal tata kelola, Kayaknya saat ini side back terus, kembali ke belakang terus.
“IUP yang tidak di kelola oleh PT timah kembalikan saja kepada pemerintah daerah. Yang menurut PT timah tidak efektif, ekonomis segera kembalikan saja kepada pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten di bagikan kepada masyarakat. Jadi jangan pernah mendiskreditkan masyarakat. Masalah dana reklamasi yang telah di setor oleh perusahaan sebagai mitra dananya di kemanakan saja, kita lihat sendiri masih banyak eks lahan tambang yang belum di reklamasi,” kata Dodot.
Kemudian, dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Tambang Ilegal. Pihaknya juga mempertanyakan keberadaan satgas yang diketuai oleh sipil. “Yang berhak di satgas ini kan legislatif, eksekutif dan yudikatif,” katanya.
Yang membingungkan lagi, kata Dodot, keluar lagi surat edaran dari Dirjen Minerba Kementerian yang menanyakan asal biji timah yang ini padahal sudah termuat dalam Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB).
“Ini sudah ada di RKAB, kok ditanya lagi. Makanya kita pertanyakan, ini yang nitip siapa?” ketus mantan Ketua DPRD Babel.
Lebih lanjut, ia sangat mengapresiasi pertemuan ini. Sebab diakui Dodot, sudah lama AITI ingin membicarakan hal ini. “Kami bangga dan terharu, baru sekarang kami dipanggil, biar suara kami didengarkan,” pungkasnya.(red).